Minggu, 16 Juni 2013

MENGAPA KEHIDUPAN MENGARAH KE SEKULARISME. (TUGAS Ilmu Sosial Budaya )



KEHIDUPAN MENGARAH KE SEKULARISME



A.           Pengertian Sekularisme
Sekularisme merupakan salah satu istilah asing yang seringkali disalahpahami oleh umat Islam di Indonesia. Kesalahpahaman tersebut mengarah kepada justifikasi negatif terhadap istilah tersebut. Implikasinya, ketika ada orang atau kelompok yang menyerukan sekularisme di Indonesia maka masyarakat langsung memiliki pandangan yang negatif dan mengibarkan bendera perang terhadap orang atau kelompok tersebut. Penjelasan nya adalah Sebenarnya jika membahas mengenai sekularisme tidak akan jauh-jauh dari rangkaian manis akronim sepilis (sekularisme, pluralisme, dan liberalisme). Pengusung ideologi di negara ini adalah komplotan JIL atau Jaringan Islam Liberal yang mengklaim bahwa mereka merupakan sekumpulan orang-orang yang berpikir secara moderat meskipun tanpa dibarengi dengan dalil dan ketentuan Al Quran dan Sunnah. JIL ini bukan organisasi pemerintahan ataupun badan yang memiliki struktural yang jelas. Mereka hanya berkumpul dan perkumpulan tersebut merupakan pusat dari segala agenda liberalitas di Indonesia. Mereka mengaku Islam, akan tetapi dalam menafsirkan ketentuan dan keputusan dalam bertindak lebih mengarah ke buah pikiran mereka sendiri. Mereka berpikir bahwa manusia semakin hari semakin cerdas sehingga aturan-aturan Islam yang konvensional perlu direduksi dan diganti dengan pikiran manusia yang lebih moderat dan sesuai dengan arus globalisasi.

B.            Contoh kehidupan mengarah ke sekularisme Antiagama atau Anti-Islam

Contoh lain ketika seseorang atau suatu pihak berpaham sekular adalah ketika diajak berdiskusi mengenai hukuman orang mencuri, Islam menawarkan solusi berupa potong tangan yang memberikan efek jera. Namun mereka menolak karena sumbernya dari Islam. Ada juga ketika dunia bingung mencari solusi dari banyaknya kematian karena HIV/AIDS. Islam sudah punya solusi atas masalah ini, yaitu menyalurkan kebutuhan biologis lewat jalan yang sah dan halal menurut agama dan negara. Lagi-lagi solusi ini ditolak dan malah menggunakan kondom sebagai solusi untuk menekan jumlah kematian korban HIV/AIDS plus angka aborsi. Propaganda yang dilakukan adalah dengan brain-washing bahwa tidak bisa menuntut salah orang-orang yang melakukan hubungan suka-sama-suka, mereka tidak mengganggu hak siapapun. Lalu Pahlawan Kondom datang seolah-olah menyelamatkan banyak jiwa namun itu justru menghancurkan peradaban yang bermoral. Tak lupa, para ulama yang ikhlas berdakwah tentang masalah ini juga dicaci maki karena dinilai mengukung hak.

C.           Solusi Kehidupan Mengarah Ke Sekularisme
Sekularisme saat ini lebih mengarah pada paham bahwa ‘haram’ hukumnya membawa solusi dari agama karena dianggap tidak netral. Oleh karena itu ketika Turki dikuasi Mustafa Kemal, revolusi penetralan negara dari agama dimulai. Jilbab diganti dengan pakaian ‘normal’, adzan menggunakan bahasa Turki, dan lain-lain. Demikian ketika Indonesia yang tengah menghadapi berbagai persoalan tidak diperkenankan berpendapat atas dasar Islam. Bahkan sekadar menyampaikan firman mengenai kiat memilih pemimpin pun dianggap sebagai provokasi SARA (Astaghfirullah).
Akibatnya, masyarakat bisa memiliki dua kepribadian. Bisa menjelma sebagai muslim yang arif ketika di masjid dan hendak sholat, namun bisa sangat anti terhadap agama ketika bericara masalah politik (misalnya). Padahal, Islam dengan segala kesempurnaannya justru merangkul semua aspek kehidupan manusia, ilmu, teknologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Arah paham secular sebenarnya lebih ke modernisasi kehidupan manusia. Mereka berpikir (lagi) bahwa tidak selamanya manusia bisa berpegang pada prinsip yang sama dari dulu. Perubahan yang signifikan diperlukan agar kualitas manusia juga lebih baik. Sedangkah Islam memiliki kekokohan yang bersifat menyeluruh mulai dari landasan dan pelaksanaan ideologinya. Jelas sekali mengapa sekularisme sangat tidak cocok dengan Islam. Makanya saya cenderung mempertanyakan apakah sekularisme itu antiagama atau hanya anti-Islam? Adakah agama lain yang pernah bersiteru dengan paham ini? Tidak. Hanya Islam yang didiskreditka.

D.           Factor Lain Penyebab Kehidupan Mengarah Ke Sekularisme
Faktor lain yang menyebabkan sekularisasi di Barat tumbuh subur adalah dalam teks injil tertulis “Biarlah kaisar mengurus yang menjadi bagiannya dan Allah mengetahui apa yang menjadi tugasnya”. Dalam pengalaman sejarah Eropa yang sangat bervariasi, proses sekularisasi hidup bersamaan dengan intensifikasi keagamaan pada tingkat persolan dan rakyat. Beberapa sosiolog berpendapat bahwa variasi-variasi ini mengindentifikasikan adanya mitologi sekularisme yang mengasumsikan adanya pada abad klasik, yang kemudian di trasnformasikan ke dalam abad sekuler; mereka berpendapat bahwa aspek-aspek sekularisme dan religiusitas hidup berdampingan, dan masih tetap hingga kini. Sekularisme tidak berarti merosotnya arti penting agama, baik pada masa praindustri maupun masa industri. Praktek dan kepercayaan agama sebagai iman, semakin tebal dan bukan semakin luntur selama sekularisari negara dan kemudian -menyusul revolusi Prancis dan Revolusi Industri.

Sabtu, 23 Maret 2013

LATENT SOCIAL PROBLEM



LATENT SOCIAL PROBLEM
A.    Pengertian Latent Social Problem
Latent social problem merupakan masalah yang menyangkut hal-hal yang bertentangan/berlawanan dengan nilai-nilai masyarakat, akan tetapi tidak diakui demikian halnya. Latent social problem merupakan salah satu kriteria utama suatu masalah sosial. Sebuah masalah dikatakan sebagai masalah sosial apabila bersangkutan dengan hubungan antar manusia dan mengganggu keutuhan masyarakat seperti tata kelakuan yang menyimpang dan ukuran-ukuran umum segi moral. Pada dasarnya masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral.
Latens sosial problems merupakan masalah sosial yang sebenarnya sudah ada, walaupun belum meluas, namun oleh sekelompok masyarakat ditutup-tutupi dan dianggap tidak ada. masalah sosial ini sewaktu-waktu akan muncul menjadi masalah sosial manifes yaitu masalah yang timbul akibat terjadinya kepincangan-kepincangan di masyarakat dan terjadi akibat tidak sesuainya antara norma-norma dan tindakan serta nilai yang ada dalam masyarakat. Sebab masyarakat tidak menyukai tindakan-tindakan yang menyimpang.
B.     Contoh Latent Social Problem 
1.      Wanita yang tidak berkerudung
Negara Indonesia adalah suatu negara yang dimana sebagian besar penduduknya menganut agama islam, dan di dalam ajaran islam dijelaskan bahwa “wanita diwajibkan untuk memakai kerudung” yang tujuannya untuk menutup aurat. Tetapi kenyataannya banyak wanita terutama di kalangan remaja yang tidak memakai kerudung, mereka lebih suka memakai pakaian yang terbuka agar terlihat lebih sexy dan banyak disukai oleh pria.
a)      Adapun factor-faktor penyebabnya, yaitu:
-          Habit (kebiasaan)
Di zaman modern ini, memakai pakaian yang terbuka seperti rok mini, dll itu sudah menjadi kebiasaan, dan apabila kebiasaan ini tidak dirubah, maka akan menjadi suatu masalah yang semakin kompleks. Mereka sebenarnya sudah mengetahui kewajibannya supaya memakai kerudung tetapi mereka tidak ada niat untuk merubahnya dan menyadari bahwa itu adalah masalah. Kembali lagi kepada peran orangtua yang harus mendidik anaknya sejak dini dan membiasakan mereka supaya berperilaku baik. Mereka bisa karena terbiasa.
-          Culture (kebudayaan)
Adanya suatu pengaruh dari budaya asing, khususnya dalam hal berpakaian dan warga negara Indonesia sekarang sudah mengarah ke westernisasi atau kebarat-baratan, para wanita lebih suka memakai pakaian yang terbuka yang sesuai dengan perkembangan zaman agar mereka tidak dinilai ketinggalan zaman atau kampungan. Kita lihat kenyataannya sekarang bahwa budaya Indonesia sudah sedikit luntur karena derasnya pengaruh dari budaya asing.
-          Personality
Apabila habit dan culture-nya yang tidak baik itu tidak dirubah maka personality-nya akan hancur. Jadi di sini sangat diperlukannya suatu perubahan agar akal dan jiwa seseorang itu baik dan mempunyai watak yang konsisten. Apabila personality seseorang itu baik, maka mereka akan berperilaku baik sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.
b)     Solusinya
-          Kembali kepada diri masing-masing dan berusaha mengenalkan konsep aktualisasi diri yang dimulai dengan seseorang itu mengetahui seharusnya sikap yang baik di masyarakat itu seperti apa dan bagaimana, lalu mengerti akan hal tersebut, memahaminya, menghayati, dan selanjutnya mengamalkan ke lingkungan masyarakat.
-          Untuk mengatasi gejala latent social problem ini maka setiap orang harus memahami konsep 5M sebagai solusinya. Mungkin saja seseorang yang melakukan perbuatan yang menyimpang itu tidak mengetahui bahwa perbuatan itu salah. Maka kita harus menasehati dan memberitahukan supaya dia mengerti. Setelah dia mengerti dan memahami bahwa perbuatannya itu salah maka ia dapat menghayati dan mengamalkannya. Sehingga ia dapat meninggalkan perbuatan yang salah itu.
2.      Tawuran
Ketika kita  mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara, antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan.
Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng yang membuat resah masyarakat. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.
Sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat kestressan siswa yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah. Pendidikam agama sangatlah penting karena agama merupakan pedoman bagi manusia agar menjadi suatu acuan untuk mengendalikan emosi pada diri manusia. Kemudian masyarakat juga harus lebih peka terhadap permasalahan yang timbul dimasyarakat agar permasalaham tersebut yang sudah jelas salah tidak menjadi kebiasaan yang wajar dilakukan.
-          Solusinya:
Sebagai pelajar/mahasiswa yang berpendidikan harus bisa menyadari akan akibat yang diperoleh jika kita melakukan keonaran yaitu tentang tawuran antar remaja SMA dan antar remaja mahasiswa yang sekarang memang marak di ibu kota. Orang yang berfikir secara rasional pasti tidak akan melakukan hal tersebut, jadi lebih baik menghindari hal-hal yang demikian, masalah akan selesai apabila dilakukan dengan kepala dingin, kebijaksanaan dan hati nurani yang baik, jadilah manusia yang cerdas emosional, spritual dan intelektual, marilah menjadi pelajar yang bebudi pekerti yang baik.berakhlak baik pula agar tidak terjadi tawuran antar pelajar.
 

B. Pengertian Laten Sosial Problem
Laten Social problem adalah suatu kesenjangan dalam hubungan antar manusia menyangkut hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat, dimana masyarakatnya itu sendiri tidak menyadari akan adanya kesenjangan atau tata kelakuan menyimpang yang terjadi dalam lingkungannya.

Penyebab Laten Sosial Problem
Laten social problem ini terjadi dikarenakan adanya pembiaran dari masyarakat terhadap hal-hal yang bertentangan dengan nilai maaupun norma yang ada.

Contoh Laten Sosial Problem : 
  •   Kenakalan Remaja dalam Pergaulan Bebas
Dalam kehidupan para remaja sering kali diselingi hal hal yang negative dalam rangka penyesuaian dengan lingkungan sekitar baik lingkungan dengan teman temannya di sekolah maupun lingkungan pada saat dia di rumah. Hal hal tersebut dapat berbentuk positif hingga negative yang sering kita sebut dengan kenakalan remaja. Kenakalan remaja itu sendiri merupakan perbuatan pelanggaran norma-norma baik norma hukum maupun norma sosial.
Kenakalan Remaja dalam Pergaulan Bebas di sebut Laten social Problem karena Perbuatan tersebut dapat meresahkan warga sekitarnya dan dapat pula merugikan dirinya sendiri maupun orang banyak.
Faktor Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja
  • Anak-anak yang tidak disukai oleh teman-temannya sehingga anak tersebut menyendiri. Anak yang demikian akan dapat menyebabkan kegoncangan emosi.
  • Anak-anak yang sering menghindarkan diri dari tanggung jawab di rumah atau di sekolah. Menghindarkan diri dari tanggung jawab biasanya karena anak tidak menyukai pekerjaan yang ditugaskan pada mereka sehingga mereka menjauhkan diri dari padanya dan mencari kesibukan-kesibukan lain yang tidak terbimbing.

Solusi :
Kenakalan remaja merupakan sesuatu yang di anggap sudah biasa dalam kehidupan bermasyarakat sekarang ini, namun di balik suatu kenakalan remaja itu jika dibiarkan akan menjadi sesuatu hal yang menakutkan karena seharusnya generasi muda harus di jadikan sebagai suatu pondasi yang kokoh dalam pembentukan suatu regenerasi dalam sebuah tatanan kemasyarakatan ataupun kenegaraan. Solusinya kita harus bisa memfilter segala informasi yang diterima dari luar sehingga masih tetap bisa sesuai dengan nilai, norma, serta agama yang kita anut. Disini Peran orang tua yang bertanggung jawab terhadap keselamatan para remaja tentunya tidak membiarkan anaknya terlena dengan fasilitas-fasilitas yang dapat menenggelamkan si anak remaja kedalam kenakalan remaja, kontrol yang baik dengan selalu memberikan pendidikan moral dan agama yang baik diharapkan akan dapat membimbing si anak remaja ke jalan yang benar, bagaimana orang tua dapat mendidik anaknya menjadi remaja yang sholeh sedangkan orang tuanya jarang menjalankan sesuatu yang mencerminkan kesholehan, ke masjid misalnya. Jadi jangan heran apabila terjadi kenakalan remaja, karena sang remaja mencontoh pola kenakalan para orang tua. Selain peran orang tua yang dominan disini juga harus melihat peran dari luar seperti faktor lingkungan tempat dia bergaul sehari-harinya perlu di awasi dengan jalan memberi penerangan serta penyuluhan tentang bahayanya dari pergaulan bebas yang di lakukan oleh para remaja yang merupakan ciri dari suatu kenakalan remaja.

Rabu, 20 Maret 2013

Masalah Sosial Indonesia

Masalah Sosial Indonesia

 


Sebagai negara berkembang yang memiliki tingkat populasi yang sangat tinggi, Indonesia memiliki segudang masalah sosial yang sangat kompleks. Harus diakui bahwa tidak mudah untuk menyelesaikan masalah sosial Indoensia karena dibutuhkan konsep serta pelaksanaan yang sangat matang. Masalah sosial Indoensia berakar dari hal - hal yang sangat krusial, seperti kemiskinan, kesehatan, dll. Oleh karena itu, pemerintah harus bisa dengan cermat menyelesaikan masalah sosial Indonesia dengan cara membereskan akar dari permasalahan - permasalahan sosial tersebut.
 
Berikut ini adalah beberapa masalah sosial Indonesia:
 
1. KEMISKINAN
Kemiskinan merupakan sebuah masalah krusial yang mengakibatkan munculnya masalah - masalah sosial yang lain. Kesenjangan sosial di Indonesia semakin parah. Yang kaya terlihat menjadi semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin kesulitan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok mereka. Masalah sosial ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Namun, secara mayoritas, negara - negara di wilayah Asia mengalami permasalahan yang sama tentang kemiskinan ini
 
2. KEJAHATAN
Tingginya angka kejahatan di suatu wilayah dipicu oleh tingginya tingkat kemiskinan di wilayah tersebut pula. Terlebih disaat menjelang Ramadhan dan lebaran, tingkat kejahatan meningkat dengan drastis karena para penjahat menjadi lebih nekat untuk melakukan aksi kejahatan.
 
3. TENAGA KERJA
Sebagai negara dengan jumlah penduduk yang tinggi membuat Indonesia harus menghadapi permasalahan tenaga kerja berupa tingginya tingkat pengangguran. Jumlah tenaga kerja usia produktif yang tinggi tidak diimbangi dengan jumlah ketersediaan lapangan pekerjaan.
 
4. MASALAH KEPENDUDUKAN
Tingginya jumlah populasi di Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah serius lainnya. Oleh karena itu, pemerintah berusaha untuk menyelesaikan masalah kependudukan ini dengan menjalankan beberapa program, diantaranya adalah menggalakkan KB, sensus penduduk, e-KTP, dll. Semua program tersebut dijakankan dengan tujuan supaya pemerintah memiliki data kependudukan yang valid sehingga bisa memudahkan pemerintah dalam mengambil keputusan untuk menangani masalah - masalah kependudukan.
 
5. PENYALAHGUNAAN NARKOBA
Indonesia merupakan negara yang menarik bagi para pengedar narkoba. Hasil studi terakhir menunjukkan bahwa anak  anak usia SD dan SMLTP di Indonesia ternyata sebagai pemakai aktif narkoba. Bahkan beberapa kali berita tertangkapnya pemakai narkoba di dalam rutan yang melibatkan petugas sipir telah berhasil menjadi headline surat kabar lokal dan nasional.

Tugas ilmu Sosial Budaya,oleh Dosen Drs Ana Maulana, M.Pd



Masalah Pemimpin dan Kepemimpinan Baru Indonesia
http://www.kemalstamboel.com/wp-content/uploads/2008/11/istana-merdeka.jpgBertambah lagi usia bangsa ini. Indonesia Raya genap 63 tahun. Namun masa yang telah lewat itu belum mendekatkan nasib bangsa ini kepada negara yang dicita-cita seperti yang termaktub dalam alinea terakhir Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: Negara yang pemerintahannya melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Masalah-masalah Bangsa
Sampai detik ini sejumlah masalah masih mengidap di tubuh bangsa ini. Di bidang Politik, hukum dan keamanan, bangsa kita adalah raksasa rapuh. Rumah bangsa ini tidak punya pagar. Kapal-kapal asing bebas keluar masuk menjarah ikan di perut laut pedalaman. Bahkan negara tetangga tanpa rasa takut memindahkan patok-patok batas negara. Maklum, peralatan perang tentara kita lawas. Sementara, budaya koruptif begitu akut dan sistemik ada di seluruh struktur urusan publik.
Di sektor Kesra, sejumlah borok bangsa masih belum hilang: Angka kemiskinan tinggi. Pendidikan dan kesehatan mahal. Anak-anak busung lapar belum hilang dari angka statistik. Untuk urusan bencana, begitu lambat penanganannya. Ini adalah wujud minimnya rasa empati negara terhadap kesengsaraan rakyatnya. Belum lagi konflik horizontal, baik yang bermotif sara ataupun bermotif ekonomi. Ini pertanda negara tidak hadir di saat rakyat membutuhkan sebagai lembaga yang memiliki otoritas mengatur ketertiban.
Di bidang ekuin. Kita tidak berdaulat atas nasib ekonomi kita sendiri. Bahkan, kalah nyali dengan pemodal asing dalam setiap negosiasi membagi kue hasil usaha. Akibatnya, kita krisis energi. Antre minyak menjadi pemandangan sehari-hari. Antre bensin. Pemadaman listrik.
Kenapa itu semua terjadi? Banyak faktor yang menjadi sebabnya. Tapi, ada satu faktor mendasar yang menjadikan itu semua terjadi, yaitu kegagalan para elite kita memimpin bangsa ini. Sejatinya seorang pemimpin adalah orang yang secara berani mengambil alih masalah orang lain menjadi tanggung jawab dirinya. Ia problem solver masalah lingkungannya. Celakanya, beberapa dekade kepemimpinan bangsa ini justru diemban bukan oleh seorang problem solver. Jika pun ada, masih malas berpikir. Tidak kreatif dalam mencari solusi. Setidaknya masih tambal sulam. Akibatnya, tidak ada satu masalah bangsa pun yang terselesaikan secara tuntas.
Kenyataan itu bisa kita dapati dalam potret keseharian masyarakat, tercetak di surat kabar, dan terekspose di kotak kaca televisi di ruang keluarga rumah kita. Siapapun presidennya, rakyat selalu harus antre minyak tanah untuk kompor mereka. Siapapun gubernur di ibukota, macet dan banjir adalah penyakit akut yang entah kapan akan enyah dari kehidupan keseharian warga kota.
Repotnya lagi jika pemimpin yang terpilih justru menjadi problem bagi bangsa ini. Setiap hari rakyat digempur dengan masalah-masalah yang tidak perlu tapi dibuat pemimpin jenis ini. Sehingga tak heran jika hampir semua pemimpin di negeri ini masa akhir jabatannya adalah tragedi. Soekarno sebelumnya dielu-elukan rakyat, akhir masa jabatannya tercatat begitu suram. Ia digoyang dan dijatuhkan oleh rakyat. Mati dalam kesendirian.
Begitu juga Soeharto. Bapak Pembangunan ini pun tersungkur di masa akhir jabatannya. Bahkan, Presiden Abdurrahman Wahid lebih menyedihkan lagi. Hanya seumur jagung memerintah. Kursinya dicopot beramai-ramai lewat sebuah mekanisme yang hampir tidak masuk akal.
Tak heran jika akhirnya masalah-masalah yang membelit bangsa ini jadi bertumpuk dan tidak pernah diselesaikan. Sebab, kepemimpinan yang ada hanya sibuk membangun benteng kekuasaan dengan permainan citra. Semua masalah bangsa diselesaikan dengan retorika, iklan di media massa, atau setidaknya dengan kata “akan” lewat statemen di forum kenegaraan. Dengan kata “akan” itu seolah-olah masalah telah terselesaikan. Padahal tidak. Persis seperti seorang ABG yang mendempul wajahnya dengan bedak tebal guna menutupi bopeng bekas jerawat. Wajahnya terlihat mulus memang. Tapi, bopeng di wajahnya masih tetap ada.
Karena itu, bangsa ini memerlukan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi problem solver. Pemimpin seperti ini tentu lahir dari generasi baru. Bukan dari generasi lawas pewaris kepemimpinan pola lama. Bukan juga berasal dari individu yang terlibat dan menyangga kepemimpinan masa lalu.
Itulah hukum besi suatu perubahan. Sesuatu berubah dan menjadi baru karena memang diganti dengan yang baru. Banyak cara melakukan perubahan. Ada yang mengambil jalan radikal revolusioner. Perubahan radikal. Terbuka juga model persuasif gradual. Hanya saja cara terakhir ini ternuansa kompromi. Di tahun 1998 bangsa ini memilih cara kompromi. Reformasi adalah buah kompromi rejim Orde Baru yang membuka ruang bagi kaum reformis untuk tampil di tingkat nasional. Yang terjadi kemudian –dan itu kenyataan hari ini—kompromi itu menghasilkan simbiosis yang aneh yang kemudian menjadi paradoks gerakan reformasi. Tak jelas lagi siapa yang reformis dan siapa yang antireformasi.
Perubahan baru yang signifikan baru akan terjadi jika terjadi perubahan kepemimpinan yang cukup radikal. Bangsa ini membutuhkan pemimpin baru. Pemimpin yang menjadi antitesis karakteristik kepemimpinan gaya lama. Tapi, tentu saja kepemimpinan baru itu tidak berpola pikir nihilis. Pasti ada sisi-sisi positif yang dihasilkan dari kerja kepemimpinan masa lalu. Hal-hal positif itu tentu saja batu pijakan yang bagus untuk memulai step baru bagi perjalan bangsa ini ke depan.
Proses kelahiran kepemimpinan baru saat ini sangat memungkinkan. Syarat-syarat yang ada, baik berupa kondisi sosial, ekonomi, dan politik sudah lengkap. Tinggal satu faktor penting yang belum ada: munculnya aktor yang berinisiatif menjadi penggerak perubahan. Perlu orang yang berani, jujur dengan cita-cita perjuangan, memiliki komitmen dan keteguhan terhadap ideologi dan cita-cita perjuangan, serta sabar dalam berjuang. Aktor perubah berkarakter seperti itulah yang dibutuhkan sebagai pemimpin di hari ini. Jangan sampai bangsa ini seperti keledai. Selalu mengulang kesalahan yang sama: memilih pemimpin bertipe makelar yang hanya mencari untung bagi kepentingan pribadinya sendiri.
Masalah Lahirnya kepemimpinan nasional
Namun kelahiran kepemimpinan baru seperti itu di pentas nasional bukan tanpa kendala. Setidaknya masih ada katup budaya yang perlu dijebol. Masyarakat kita masih berpola pikir tradisional, masih menganggap pemimpin itu seperti manusia setengah dewa. Bahkan, di masa raja-raja Hindu dahulu, pemimpin adalah titisan dewa. Mitos Ratu Adil pun masih menjadi pengalaman yang mengendap di alam bawah sadar kebanyakan masyarakat kita.
Karenanya, memunculkan kepemimpinan baru harus dilakukan dengan merasionalisasikan pikiran masyarakat. Masyarakat harus diyakinkan bahwa pemimpin itu adalah manusia biasa yang punya titik lemah disamping keintimewaan-keistimewaan individual yang dimilikinya. Sehingga dengan begitu, tidak akan ada pengagungan terlalu berlebihan kepada seorang pemimpin dan ketika ada “cacat” dalam kepemimpinannya tidak terjadi tragedi yang mencoreng sejarah kepemimpinan bangsa ini.
Jika rasionalitas masyarakat telah tercipta, maka kepemimpinan nasional akan terbentuk dari sebuah sistem demokrasi yang kuat. Ada rule of the game yang jelas. Di era tansisi seperti sekarang ini, kita membutuhkan elite-elite kepemimpinan nasional yang waras. Pemimpin-pemimpin yang visioner dan transformatif. Setidaknya untuk mendidik dan menyiapkan masyarakat menjadi rasional. Tentu saja cara yang paling efektif adalah dengan keteladanan. Pemimpin-pemimpin di masa transisi ini harus bisa menjadi suri teladan masyarakat. Jika para elitenya rasional, maka pengikutnya juga rasional. Bukan waktunya lagi elite hidup dan eksis dari memanipulasi massa pengikutnya. Itu jika kita ingin Indonesia menjadi negara modern.
Tipe Kepemimpinan Baru
Masyarakat berkali-kali kecewa. Mereka membutuhkan tipe kepemimpinan baru, yaitu kepemimpinan dari lapisan generasi muda. Ada tiga karakter pemimpin yang diharapkan masyarakat: pertama, perencana. Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapasitas intelektual memadai dan menguasai kondisi makro nasional dari berbagai aspek, sehingga dapat menjaga visi perubahan yang dicitakan bersama.
Kedua, Pelayanan. Masyarakat rindu figur pemimpin yang seorang pekerja tekun dan taat pada proses perencanaan yang sudah disepakati sebagai konsensus nasional, menguasai detil masalah kunci kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang kompeten dalam tim kerja yang solid.
Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap pemimpin menjadi tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi rujukan semua pihak dalam pemecahan masalah bangsa, yang setia dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat secara konprehensif.
Untuk menumbuhkan tipe kepemimpinan baru, dibutuhkan proses belajar yang berkelanjutan dalam berbagai dimensi. Pertama, dimensi belajar untuk menginternalisasi dan mempraktikan nilai-nilai baru yang sangat dibutuhkan bagi perubahan kondisi bangsa sehingga membentuk karakter dan pola perilaku yang positif sebagai penggerak perubahan.
Kedua, belajar untuk menyaring dan menolak nilai-nilai buruk yang diwarisi dari sejarah lama maupun yang datang dari dunia kontemporer agar tetap terjaga karakter yang otentik dan perilaku yang genuine. Ketiga, belajar untuk menggali dan menemukan serta merevitalisasi nilai-nilai lama yang masih tetap relevan dengan tantangan masa kini, bahkan menjadi nilai dasar bagi pengembangan masa depan.
Namun kepemimpinan baru bukanlah proyek trial and error. Melainkan upaya pengembangan potensi dengan dihadapkan pada kenyataan aktual. Krisis ekonomi-politik yang masih terus berlanjut menuntut tokoh yang kompeten di bidangnya dan memiliki visi yang jauh untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan. Bencana alam dan sosial yang terjadi silih berganti menegaskan perlu hadir tokoh yang peka dan cepat tanggap terhadap penderitaan rakyat serta berempati dengan nasib mayoritas korban. Ketiga, tantangan lintas negara di era informasi membutuhkan urgen kesadaran akan masalah-masalah dunia yang mempengaruhi kondisi nasional dan jaringan yang luas dalam memanfaatkan sumber daya. Keempat, goncangan dalam kehidupan pribadi dan sosial mensyaratkan adanya kemantapan emosional dan spiritual dari setiap pemimpin dalam mengatasi problema diri, keluarga, dan bangsanya.
Tipe pemimpin baru seperti ini bukan hanya dibutuhkan segera di pentas nasional. Tapi, juga di tingkat lokal. Karena itu, bangsa ini membutuhkan secara masif proses pengkaderan (baca: sekolah kepemimpinan) yang outputnya bisa diuji di tingkat regional bahkan global. Indonesia tidak mungkin memainkan peranan di arena antar bangsa tanpa anak-anak bangsa yang memiliki kualitas kepemimpinan yang mumpuni.
Tantangan Indonesia Masa Depan
Tantangan lingkungan Indonesia masa depan sangat beragam. Namun, kata kuncinya adalah dinamika perubahan yang begitu cepat. Dinamika perubahan itu tercipta dari isu-isu seperti globalisasi, regionalisasi, knowledge economy, dan borderless world.
Dalam menghadapi situasi dunia yang dinamis seperti itu, bangsa ini harus punya perspektif yang berbeda tentang tipe kepemimpinannya.
Pemimpin di masa mendatang bukan hanya pemimpin yang berkarateristik seperti diinginkan oleh para pengikutnya. Tapi, terdapat harapan-harapan bahwa Pemimpin di masa depan mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi seperti berikut ini:
  1. The meaning of direction (memberikan visi, arah, dan tujuan)
    Seorang pemimpin yang efektif membawa kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan tujuan dari kepemimpinannya. Setiap pemimpin yang efektif adalah menghayati apa yang dilakukannya. Waktu dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan penghayatan.
  2. Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan)
    Keterbukaan (candor) merupakan komponen penting dari kepercayaan. Saat kita jujur mengenai keterbatasan pengetahuan yang tidak ada seluruh jawabannya, kita memperoleh pemahaman dan penghargaan dari orang lain. Seorang pemimpin yang menciptakan iklim keterbukaan dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang mampu menghilangkan penghalang berupa kecemasan yang menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya menyimpan sesuatu yang buruk atas kepemimpinnya. Bila pemimpin membagi informasi mengenai apa yang menjadi kebijakannya, pemimpin tersebut memberlakukan keterbukaan sebagai salah satu tolok ukur dari “performance” kepemimpinannya.
  3. A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme)
    Harapan merupakan kombinasi dari penentuan pencapaian tujuan dan kemampuan mengartikan apa yang harus dilakukan. Seorang pemimpin yang penuh harapan menggambarkan dirinya dengan pernyataan-pernyataan seperti ini: saya dapat memikirkan cara untuk keluar dari kemacetan, saya dapat mencapai tujuan saya secara energik, pengalaman saya telah menyiapkan saya di masa depan, selalu ada jalan dalam setiap masalah. Pemimpin yang mengharapkan kesuksesan, selalu mengantisipasi hasil yang positif.
  4. Result (memberikan hasil melalui tindakan, risiko, keingintahuan, dan keberanian)
    Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berorientasi pada hasil, melihat dirinya sebagai katalis –yang berharap mendapatkan hasil besar, tapi menyadari dapat melakukan sedikit saja jika tanpa usaha dari orang lain. Pemimpin yang seperti ini membawa antusiasme, sumber daya, tolerasi terhadap risiko, disiplin dari seorang “entrepreneur”.
Selain empat kondisi di atas, terdapat pula beberapa falsafah pemimpin yang harus dipegang teguh pemimpin masa depan Indonesia. Pertama, pemimpin harus punya integritas. Bukanya kita selalu selalu mengatakan, paling enak berhubungan dengan orang yang memiliki integritas. Kedua, pemimpin harus mengakui akan adanya perbedaan dan keanekaragaman bangsa kita. Dengan demikian, pemimpin masa depan negeri ini mampu mengelola segala perbedaan budaya, latar belakang suku dan agama, serta kepentingan seluruh elemen bangsa ini lalu mengubahnya menjadi peluang dan kelebihan. Jadi pemimpin masa depan adalah pemimpin ang berpikiran terbuka (open minded).
Selain itu, pemimpin masa depan adalah pemimpin yang sadar betul bahwa segala tindakan dan keputusannya akan berpengaruh terhadap orang lain atau sekelompok masyarakat. Dan ini juga yang melandasi kepemimpinannya menjadi begitu empati dengan nasib dan derita rakyatnya. Dalam sejarah mungkin kepedulian Umar bin Khaththab seperti dongeng yang mustahil bagi pemimpin masa sekarang. Umar memanggul sendiri sekarung gandum saat ia mendapati seorang ibu memasak baru untuk mendiamkan anaknya yang lapar. Jika ada perasaan empati seperti ini sedikit saja saat ini, tentu rakyat korban Lumpur Lapindo tidak akan mengalami penderitaan yang menahun.
Suksesi dan Rotasi Kepemimpinan Nasional
Sudah saatnya panggung suksesi kepemimpinan nasional di tahun 2009 diisi dengan isu memunculkan kepemimpinan yang kuat, yang mempunyai kemampuan membangun solidaritas masyarakat untuk berpartisipasi dalam seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara; pemimpin yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan intelektual. Sudah waktunya kepemimpinan nasional dipegang oleh pribadi yang bersih, peduli, dan profesional. Jangan serahkan tongkat kepemimpinan bangsa ini kepada pemimpin dengan kepribadian yang tidak konsisten dan dikelilingi lingkungan yang tidak kondusif.
Namun isu suksesi kepemimpinan bukan hanya di tingkat nasional saja. Karena negeri yang luas ini tidak boleh kita gantungkan kepada satu pribadi saja. Seharusnya bangsa ini perlu menata ulang sistem kepemimpinannya. Perlu meritokrasi kepemimpinan. Bangsa ini harus membuka kesempatan untuk munculnya pemimpin-pemimpin baru bukan hanya berdasarkan level struktural lembaga pemerintahan, tapi juga per segmen sektor kehidupan masyarakat. Bukan masanya lagi kepemimpinan menjadi monopoli segelintir elite. Urusan olahraga harus didorong untuk dipimpin oleh orang-orang yang bergelut di bidang olahraga. Jangan lagi dikooptasi oleh pejabat negara dan dipakai sebagai portofolio di urusan politik. Dengan begitu, dunia olahraga akan profesional dan meraih prestasi menjadi ideologi perjuangannya.
Sudah bukan masanya lagi suksesi kepemimpinan diseleksi oleh para elite sendiri. Apalagi jika berdasarkan keturunan. Seorang ibu dan ayah menyerahkan tongkat kepemimpinan partainya kepada anak kandungnya, atau seorang paman kepada keponakkannya. Seharusnya pemimpin adalah seorang petani yang membuka ladang seluas-luasnya agar bibit-bibit pemimpin baru tumbuh di sekelilingnya. Adalah fakta bahwa bangsa Indonesia punya potensi yang luar biasa. Bukan sekali dua kali pemuda-pemudi kita menjadi juara olimpiade ilmiah di pentas internasional. Kita juga saksikan di layar kaca talenta bocah-bocah negeri ini di arena Pildacil dan acara sejenisnya. Tentu potensi mereka akan tidak tumbuh-kembang jika kepemimpinan bangsa ini dihegemoni berdasarkan satu atau dua trah keturunan saja.
Pemimpin Indonesia masa depan adalah orang yang membuka kesempatan untuk bagi siapa pun untuk muncul ke pentas nasional. Ia menghapus kendala budaya yang ada seperti paternalistik, feodalisme, dan mental abdi dalam dari setiap individu anak bangsa. Sebagai pemimpin, pemimpin baru Indonesia masa depan harus menjadi sosok yang berani memberi tantangan dan resiko kepada kader-kadernya. Sebab, pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang menjadi sekolah bagi pemimpin generasi selanjutnya.
Sebagai sekolah bagi pemimpin masa depan, pemimpin haruslah membuka pintu-pintu seleksi bibit unggul bangsa ini hingga ke pelosok dan pojok-pojok lapis masyarakat. Tak ada salahnya belajar dari Brazil yang selalu berhasil dalam memilih 11 orang pemain sepak bola dunia. Mekanisme kaderisasinya mampu menghasilkan pemain sepakbola kelas dunia dan dengan jumlah suplai yang luar biasa. Salah satu upayanya yang menonjol adalah melakukan talent scouting dari seluruh lapisan masyarat termasuk yang paling miskin pun. Namun dalam hal menjaring pemimpin masyarakat mereka juga belum berhasil betul walaupun hal ini sudah dipraktekkan. Jika kita tiru pendekatan yang memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi penjaringan dari seluruh tingkat masyarakat dan membangun budaya meritokrasi yang berimbang, maka bukan mustahil, stok kepemimpinan bangsa ini over suplai. Kondisi itu akan membawa dinamisasi kepemimpinan. Daur kepemimpinan menjadi cepat. Kepemimpinan akan selalu dipegang oleh orang-orang muda yang masih fresh dan penuh vitalitas. Seleksi kepemimpinan akan terjadi berdasarkan prestasi. Apa yang sudah dibuat. Bukan karena anak siapa. Dengan begitu kepemimpinan akan bergaya egaliter.
Itulah tipe pemimpin muda Indonesia yang diidam-idamkan. Leadership action kata kuncinya. Potensi, prestasi, dan kesempatan menjadi jalan persemaiannya. Tunjukanlah langkah-langkah nyata dalam menjalankan aksi sebagai perwujudan aksi kepemimpinan dan ini menjadi contoh bagi para pengikutnya. Jangan malu membuat koreksi atas kekurangan ataupun kesalahan karena penegasan aksi yang genuin menjadi penuntun mereka yang dipimpin. Mari kita semai kesempatan bagi munculnya pemimpin-pemimpin yang kokoh bagi bangsa ini.